Hedonic Treadmil Theory

Hedonic Treadmill Theory is the supposed tendency of humans to quickly return to a relatively stable level of happiness despite major positive or negative events or life changes.[1] According to this theory, as a person makes more money, expectations and desires rise in tandem, which results in no permanent gain in happiness. Brickman and Campbell coined the term in their essay “Hedonic Relativism and Planning the Good Society” (1971)

Semakin majunya peradaban akan selalu membawa dampak positif dan negative dan kita semua harus mampu memilah dan memilih demi ketentraman, kehagaiaan dan kesejahteraan kita sendiri, keluarga kita, masyarakat kita bahkan negara kita. Setiap hari kita di sodori pilihan beraneka macam bentuk produk konsumerisme. Dari alat kebutuhan rumah tangga hingga elektronika. Dari kebutuhan tempat tinggal hingga kebutuhan ber plesiran.Berbagai bentuk iklan dan promosi bersliweran melalui radio, televisi, Koran majalah, internet, SMS, gossip dan berbagai brosur dari kita bangun tidur hingga akan berangkat tidur pun tetap bersliweran di muka kita. Bahkan ada teman saya yang sudah tidur pun masih beriklan menawarkan produknya. Saking begitu latahnya sampai kebawa tidur cuap-cuap promosinya. Memang begitu dahsyat…..nya ( kata TDW kalo lagi promo materi pelatihan atau bukunya) materi iklan dewasa ini.

Kembali pada judul diatas bahwa semakin banyaknya produk yang ada membuat kita semakin sulit memilih, terkadang kita bingun mau membeli yang mana..? kalau ada lebih beli dua macam…, kalau ada uang banyak beli sampai lima macam produk…..

Nah…dari sinilah judul diatas akan kita kembangkan.., dulu sewaktu pendapatan kita lima ratus ribu kita dapat membeli produk sesuai dengan kebutuhan kita. Pendapatan kita berubah dua kali lipat menjadi satu juta, produk yang kita beli menjadi tiga kali lipat jumlahnya. Demikian pula bila halnya dengan kondisi kita perubahan yang semakin cepat terkadang kita tidak mampu membaca serta mengimbangi dengan berbagai cara jitu untuk tidak membuat kita terbelit dan masuk ke dalam rotasi yang menjemukan sebuah rotasi seperti mesin oleh raga treadmill yang sebenarnya hanya berjalan ditempat tapi membuat kita lelah dan capek karena tidak pernah sampai pada tujuan kita.

Kenaikan atau perubahan pendapatan tidak serta merta membuat kita dapat menikmatinya kadang kala bahkan membuat jerat baru bagi kita. Begitu banyak manusia terjebak dalam imaginasi kalau..kalau….maka lagu oppie andarista ..andai aku orang kaya …dulu sangat laku keras. Dulu banyak teman saya yang terjebak dengan kartu kredit, tahun 90-an yang lalu. Merasa masih single, kerja di perusahaan internasional mereka sangat menikmatinya apalagi industry pada saat itu lagi booming, sehingga semakin lupa sudah berapa kali menggesek kartu kreditnya di kasir restaurant, toko spare-part atau di mall. Bahkan berita terbaru bagaimana sampai seseorang meninggak dunia terbelit kartu kridit. Inilah bahaya dari hedonic treadmill theory.

Value yang dibangun di Sismadigroup sebenarnya bisa menjadi nilai kita dalam menjalani dan mengatisipasi perkembangan saat ini. Tentram Bahagia dan Sejahtera akan menjadi semacam mantra yang ampuh agar kita tidak terjerat dalam hedonic treadmill theory ini. Dengan kemampuan hati kita dalam membentengi diri dengan rasa tentram, rasa bahagia dan sejahtera maka ada hal lain yang mampu kita semua kontribusikan kepada lingkungan kita. Karena kita tidak terjerat dalam hedonic treadmill theory. Alam nan faseh dalam menangkap tanda-tanda keduniaan akan selalu memberi sinyal pada kita untuk terus berkarya, bertindak bagi keselarasannya. Semoga lalam selalu bersama kita mendukung kita, mestakung demikian sering di sampaikan Prof Johanes Surya.

Sebagai penutup perlu kami nukilkan sebait syair dari pujangga zaman dulu ;

Bait yang ke 142 dari Syair Jongko Joyoboyo.
pancen wolak-waliking jaman / sungguh zaman gonjang-ganjing
amenangi jaman edan /  menyaksikan zaman gila
ora edan ora kumanan  / tidak ikut gila tidak dapat bagian
sing waras padha nggagas  / yang sehat pada olah pikir
wong tani padha ditaleni / para petani dibelenggu
wong dora padha ura-ura / para pembohong bersuka ria
beja-bejane sing lali, /  beruntunglah bagi yang lupa,

Tapi……………………..
isih beja kang eling lan waspadha  / masih beruntung yang ingat dan waspada
wassalam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*